![]() |
Ilustrasi Area Pertambangan PT. Freeport Indonesia – Jubi/IST |
Timika, Jubi/Antara – Pemerintah Kabupaten Mimika, Papua, hingga
Selasa (24/11/2015) belum pernah dilibatkan oleh pemerintah pusat untuk
membicarakan kelanjutan izin operasi pertambangan PT Freeport Indonesia
setelah berakhirnya kontrak karya tahap dua 2021.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Perumahan Rakyat Mimika,
Dionisius Mameyau mengatakan, pemerintah pusat melalui Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral selama ini hanya mengundang PT Freeport
Indonesia. Pemkab Mimika selaku daerah yang menjadi lokasi tambang
Freeport sama sekali belum diundang untuk membicarakan hal itu.
“Kami tidak tahu dengan Pemprov Papua apakah pernah diundang atau tidak?” kata Dionisius.
Ia mendukung penegasan Presiden RI Joko Widodo bahwa pembicaraan
menyangkut kelanjutan operasi pertambangan PT Freeport di Kabupaten
Mimika baru akan dimulai pada tahun 2019 atau dua tahun sebelum
berakhirnya masa kontrak karya Tahap II Freeport tahun 2021.
“Yang kami lihat selama ini tidak konsisten dengan UU Minerba (UU
Nomor 4 Tahun 2009) sehingga menimbulkan polemik berkepanjangan.
Seharusnya, hal ini baru dibicarakan pada tahun 2019. Akan tetapi, kita
sudah mulai start sejak sekarang,” kata Dionisius, putra suku Kamoro,
Mimika itu.
Dionisius mengingatkan pejabat-pejabat teras Jakarta untuk
memperhatikan UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
taatkala membahas kelanjutan kontrak pertambangan Freeport di Mimika.
Menurut dia, kontrak karya Freeport Tahap I yang ditandatangani
Presiden RI H.M. Soeharto pada tahun 1967 dan kontrak karya Tahap II
yang ditandatangani Presiden Soeharto pada tahun 1991 sama sekali tidak
melibatkan masyarakat Papua.
Kedua kontrak karya itu, kata dia, ditandatangani jauh sebelum
lahirnya UU Otsus Papua. Namun, setelah adanya UU Otsus Papua pada tahun
2001, semua izin operasi pertambangan di Papua harus dijiwai oleh UU
tersebut.
“Kalau memang pemerintah pusat akan memperpanjang izin usaha
pertambangan Freeport di Mimika, Pemkab Mimika, Pemprov Papua, dan
masyarakat pemilik hak ulayat harus terlibat penuh di dalam pembahasan.
Tambang Freeport ini ada di Mimika, masa kami sebagai daerah penghasil
dan pemilik hak ulayat hanya jadi penonton,” tegasnya.
Menurut dia, apa pun keputusan yang nantinya ditetapkan oleh
pemerintah pusat menyangkut masa depan operasi pertambangan Freeport di
Mimika harus menguntungkan dan memberikan manfaat yang berarti bagi
masyarakat Papua. (*)
Sumber : www.tabloidjubi.com
0 Comments