![]() |
Polisi saat datangi makam Theys dan intimidasi para peziarah di Sentani, 10/11/2015. Jubi/facebook |
Oleh Gustaf Kawer, SH
Komentar Kasdam XVII/Brigjen TNI Herman Asaribab dalam harian
Cenderawasih Pos, tertanggal 12 November 2015, yang menyatakan “kasus
tewasnya Theys Hiyo Eluay telah selesai, dengan berbagai proses yang
dilakukan oleh Pengadilan Militer, para pelaku telah diproses hukum
sesuai hukum yang berlaku”, perlu diklarifikasi karena penyelesaian
kasus Pembunuhan They Hiyo Eluay dan Penghilangan Paksa Aristoteles
Masoka yang terjadi pada 10 November 2001, masih dapat dilakukan dalam
Yuridiksi Pengadilan HAM, termasuk kasus-kasus pelanggaran Ham masa lalu
lainnya yang terjadi di Papua, misalnya : Biak Berdarah, Pelanggaran
Ham Abepura, Wasior, Wamena dan yang terkini kasus Pelanggaran Ham di
Paniai.
Penyelesaian kasus ini dalam yuridiksi Pengadilan Militer dengan
Terdakwa dari Oknum Anggota Kapassus I Letnan Kolonel Inf. Hartomo,
Terdakwa II Kapten Inf. Rionardo, Terdakwa III Sertu Asrial, Terdakwa IV
Praka Achmad Zulfahmi dan Terdakwa dalam berkas lain atas nama Terdakwa
I Mayor Inf.Donni Hutabarat, Terdakwa II Lettu Inf. Agus Soeprianto,
Terdakwa Sertu Lorensius Li tidak memberi rasa keadilan bagi korban,
keluarga korban dan masyarakat Papua pada umumnya, karena kasus ini
merupakan “Design Negara” yang tentunya pelakunya tidak sebatas
penanggung jawab dilapangan dan pelaksana eksekusi dilapangan, tetapi
melibatkan atasan atau yang memberi komando di level pusat hingga
penguasa di Republik ini yang memerintah saat itu.
Pengungkapan kasus ini seharusnya merupakan yuridiksi Pengadilan Ham
bukan Pengadilan Militer, selain itu proses di Pengadilan Militer sangat
tertutup dan jauh dari korban, keluarga korban dan masyarakat di Papua,
kita dapat melihat prosesnya yang jauh dari wilayah Papua atau tempat
kejadian perkara, yakni di sidangkan di Mahkamah Militer Tinggi III
Surabaya, proses persidangannya tidak diketahui oleh keluarga korban dan
masyarakat umumnya, selain itu putusannya sangat tidak memberi keadilan
bagi korban, keluarga korban dan masyarakat di Papua.
Dalam Putusan Mahkamah Militer Tinggi Surabaya, Nomor :
PUT/13-K/MMT.III/AD/IV/2003, tanggal 21 April 2003, kita dapat melihat
Putusan Terhadap Para Terdakwa yang sangat rendah hukumannya sebagai
berikut : Terdakwa I Letnan Kolonel Inf. Hartomo, di vonis Terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, “secara
bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang”,
dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga) tahun, 6 (enam) bulan penjara,
dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani, pidana tambahan di
pecat dari Dinas Militer; Terdakwa II Kapten Inf. Rionardo, di vonis
Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,
“secara bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya
orang”, dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga) tahun penjara, dikurangkan
dengan masa tahanan yang telah dijalani; Terdakwa III Sertu Asrial, ,
di vonis Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana, “secara bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan
matinya orang”, dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga) tahun penjara,
dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani; Terdakwa IV Praka
Achmad Zulfahmi, di vonis Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana, “secara bersama-sama melakukan penganiayaan
yang mengakibatkan matinya orang”, dijatuhi pidana pokok selama 3 (tiga)
tahun penjara, dikurangkan dengan masa tahanan yang telah dijalani,
pidana tambahan di pecat dari Dinas Militer.