![]() |
Pikhon alat musik tradisional masyarakat pedalaman di Papua.Jubi-ist |
Jayapura, Jubi- Etai adalah nyanyian yang biasa dilakukan pada
perayaan adat upacara perkawainan, membangun honai baru atau membukan
lahan berkebun. Walaupun etai seringkali dilakukan pada upacara pesta
babi di masyarakat pedalaman Papua khususnya di Lembah Baliem.
Etai juga bisa dalam pengertian dansa atau menari sesungguhnya bagi
orang-orang Hubula di Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya. Gerakan kaki
dan hentakan sekedarnya tanpa formasi tetap. Mereka mengikuti irama yang
berjalan lambat dan suara yang melengking tinggi.
Etai jaman sekarang disesuaikan dengan perkembangan jaman dan
perubahan-perubahan budaya di tanah Papua termasuk Lembah Baliem. Etai
yang sering dinyanyikan anak-anak sekolah merupakan perubahan dan
perkembangan terkini.
Naosa nopase hipere abue
Nite sekolah welagosik hipiri abue
Naosa nopase hipere abue
Nite suesika welagosik hipere abue
Terjemahan :
Bapa mama saya sekarang lapar
Kami baru pulang sekolah jadi kami lapar, siapkan makanan
Mama bapa kami sekarang lapar
Kami baru pulang sekolah, jadi kami lapar, siapkan makanan.
Demikian terjemahan etai yang dinyanyikan anak-anak remaja sekarang
yang dikutip Jubi dari buku Perspektif Budaya Papua, editor Dr A E
Dumatubun, MA.
Selain etai atau nyanyian masyarakat juga punya peralatan musik yang
dalam masyarakat di Lembah Balien di sebuat Pikhon atau Pighon.
Sedangkan masyarakat di Migani menyebutnya Mbigi dan orang-orang Amungme
menamakannya Pugul.Orang-orang Mee di Paniai menamakan kaido.
Kaido atau pikon adalah alat musik tradisional dan khas dari
suku-suku bangsa di pedalaman Tanah Papua sampai di Papua New Guinea
(PNG). Alat musik ini terbuat dari sejenis bambu halus (buluh) yang
diiris tipis sedemikian rupa kemudian dan diberi benang anggrek.
Kaido atau pighon awalnya hanya untuk mengusir rasa penat dan capai
usai bekerja membuka kebun dan untuk menghilangkan keletihan usai kerja
keras. Nada-nada yang dihasilkan merupakan suara tiruan dari kicau
burung.
Namun seirama dengan perkembangan peradaban suku-suku bangsa
pedalaman Papua seperti Mee, Migani, Amungme, dan Dani, maka nada-nada
dari alat musik inipun dapat diterjemahkan sesuai dengan suasana hati
dalam kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa tersebut.
Kaido atau pikon dalam bahasa Baliem (Dani Lembah) berasal dari kata
pikonane. Pikonane berarti alat musik bunyi. Alat ini terbuat dari
sejenis bambu yang beruas-ruas dan berongga bernama Hite. Pikon yang
ditiup sambil menarik talinya ini hanya akan mengeluarkan nada-nada
dasar, berupa do, mi dan sol.(Dominggus Mampioper)
Sumber : www.tabloidjubi.com
0 Comments